Dukung Gerakan HARI TANPA TV

[nge-Forward dari milis MuslimBlog dan BlogFam]

Sekitar 60 juta anak Indonesia menonton TV selama berjam-jam hampir sepanjang hari. Apa yang ditonton? Anak-anak menonton acara TV apa saja karena kebanyakan keluarga tidak memberi batasan menonton yang jelas. Mulai dari acara gosip selebritis; berita kriminal berdarah-darah; sinetron remaja yang penuh kekerasan, seks, intrik, mistis, amoral; film dewasa yang diputar dari pagi hingga malam; penampilan grup musik yang berpakaian seksi dan menyanyikan lagu dengan lirik orang dewasa; sinetron berbungkus agama yang banyak menampilkan rekaan azab, hantu, iblis, siluman, dan seterusnya. Termasuk juga acara anak yang banyak berisi adegan yang tidak aman dan tidak pantas ditonton anak.

Bayangkan kalau anak-anak kita adalah satu dari mereka yang tiap hari harus menelan hal-hal dari TV yang jelas-jelas tidak untuk mereka tapi untuk orang dewasa. Anak-anak akan sangat berpotensi untuk kehilangan keceriaan dan kepolosan mereka karena masuknya persoalan orang dewasa dalam keseharian mereka. Akibatnya, sering terjadi gangguan psikologi dan ketidakseimbangan emosi dalam bentuk kesulitan konsentrasi, perilaku kekerasan, persepsi yang keliru, budaya ‘instan’, pertanyaan-pertanyaan yang ‘di luar dugaan’ dan sebagainya.

Hanya sedikit anak yang beruntung bisa memiliki berbagai kegiatan, fasilitas, dan orangtua yang baik sehingga bisa mengalihkan waktu anak untuk hal-hal yang lebih penting daripada sekadar menonton TV. Namun jutaan orangtua di Indonesia pada umumnya cemas dan khawatir dengan isi siaran TV kita. Kalangan industri televisi punya argumentasi sendiri mengapa mereka menyiarkan acara-acara yang tidak memperhatikan
kepentingan anak dan remaja. Intinya, kepentingan bisnis telah sangat mengalahkan dan menempatkan anak dan remaja kita sekadar sebagai pasar yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya. Meski beberapa stasiun TV sudah mulai memperbaiki isi siaran mereka, itu tetap tidak bisa menghilangkan kesalahan mereka di masa lalu dalam memberi ‘makanan’ yang merusak jiwa puluhan juta anak Indonesia.

Pemerintah maupun institusi lain, terbukti tidak mampu membuat peraturan yang bisa memaksa industri televisi untuk lebih sopan menyiarkan acaranya. Sehingga, tidak ada pilihan lain kecuali individu sendiri yang harus menentukan sikap menghadapi situasi ini. Anggota masyarakat yang bersatu dan memiliki sikap yang sama untuk menolak perilaku industri televisi kita, akan menjadi kekuatan yang besar apabila jumlahnya makin bertambah. Penolakan oleh masyarakat yang me rupakan pasar bagi industri televisi, pada saatnya akan menjadi kekuatan yang luarbiasa besar.

Untuk itulah perlu ada “Gerakan HARI TANPA TV”. Hari Minggu Ahad 23 Juli 2006 bertepatan dengan HARI ANAK NASIONAL dipilih sebagai HARI TANPA TV sebagai bentuk keprihatinan masyarakat terhadap tayangan TV yang tidak aman dan tidak bersahabat untuk anak. Keberhasilan dari gerakan ini akan membuktikan bahwa apabila masyarakat bisa bersatu melakukan penolakan terhadap perilaku industri televisi, maka sejak saat itulah kita bisa berharap ada perbaikan.

Jadi, berikanlah dukungan dan bergabunglah untuk mengikuti HARI TANPA TV. Pada hari itu, matikan TV selama sehari -lamanya dan ajaklah anak-anak untuk melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat.

——–

Tambahan : lebih bagus lagi, segera masukkan TV anda ke gudang atau segera diloakkan saja. Aman selamanya …

Tulisan terkait :

Lita Mariana : Hari Tanpa TV

Standalone : Hari Tanpa TV

Tata Danamiharja : Ingat ! Hari Tanpa TV dan Gerakan Hari tanpa TV

Ical : Hari Tanpa TV

Schizoroom : Dukung Gerakan Hari Tanpa TV

Foctavian : Hari Tanpa TV – 23 Juli 2006

Piogama : Menakar Waktu Batita …..

Ibu Komandan : KPI Pusat …..

Agusti Anwar : Kids, No TV for A Day

Eventupdated/Muhammad Soleh : Dukung Gerakan Hari Tanpa TV

6 thoughts on “Dukung Gerakan HARI TANPA TV

  1. Memang saat ini perlu diakui bahwasanya acara-acara yang ditayangkan diTV memang “banyak” yang kurang mendidik. Namun ada beberapa yang mendidik dan kita tidak bisa menafikkan hal itu.

    Luthfi : Benar

    Mungkin bagi kita yang bisa untuk meninggalkannya mudah namun bagi yang belum bisa harap proteksi lebih terhadap anak dan jangan lupa “pembinaan” yang harus lebih.
    Solusi bagi tiap orang bisa saja berbeda dan kita harus memberi solusi atas suatu permasalahan dengan berbagai sudut dan sisi yang harus kita pandang agar semua orang puas terhadap masalah itu.

    Luthfi : Maaf, saya kurang mengerti maksud anda. Dan saya pikir saya tidak bisa memberikan solusi dari berbagai sisi spt yang anda maksud, karena saya hanya bisa memberi solusi dari sudut pandang saya saja yang tentu saja sangat subjektif. Saya anjurkan sebaiknya anda klik http://blogpedia.web.id

    Kemudian bagaimana dengan orang yang tidak punya Internet atau media lain untuk mendapatkan “berita/ informasi” selainTV? ada solusi?

    Luthfi : Baca koran kan bisa, atau majalah di perpustakaan. Kalau tidak sempat kan bisa lihat di kios2 buku yang ada di pinggir jalan.

  2. saya mendukung gerakan ini. saya sendiri tidak punya tv dalam 5 tahun terakhir. bukan karena tidak bisa beli, tapi karena saya bertekad untuk tidak punya tv.

    ——-

    Luthfi : kalo? aku nonton tipi cuman pas pulang ke rumah, ato di kosan teman, ato di warkop.
    kosku gag ada tvnya …? 🙂

Leave a reply to Luthfi Cancel reply